INDRAGIRI HULU — Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, Riau, melalui Seksi Pidana Khusus menyita uang sebesar Rp 1.082.824.500 sebagai bagian dari penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi di tubuh Perusahaan Umum Daerah milik Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, yakni Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta.
Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, Winro Tumpal Halomoan Haro Munthe, didampingi Kasi Pidsus Leonard Sarimonang Simalango dan Kasi Intel Hamiko, menyampaikan bahwa penyitaan dilakukan terhadap uang yang berasal dari pengembalian sejumlah nasabah. Dana tersebut untuk sementara telah dititipkan ke rekening penampungan Kejari Inhu di Bank BRI Rengat.
“Uang ini akan menjadi barang bukti untuk kepentingan pembuktian di persidangan. Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya kami dalam mengembalikan kerugian negara,” ujar Winro di Kantor Kejari Inhu, Jumat (3/10/2025).
Dugaan korupsi pada BPR Indra Arta disebut telah berlangsung dalam rentang waktu sepuluh tahun, mulai 2014 hingga 2024. Total kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp 15 miliar.
Sejauh ini, penyidik telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Mereka terdiri atas Direktur BPR berinisial SA, Pejabat Eksekutif Kredit berinisial AB, lima Account Officer, seorang teller, serta satu orang debitur.
Modus operandi yang digunakan para tersangka meliputi pencairan kredit tanpa prosedur, penggunaan agunan tanpa hak tanggungan, pemberian kredit fiktif melalui nama orang lain, serta pengambilan deposito milik nasabah tanpa persetujuan.
“Dari hasil penyelidikan, tercatat 93 debitur masuk dalam kategori kredit macet sementara 75 debitur lainnya mengalami penghapusan buku. Ini menunjukkan adanya penyimpangan sistematis dalam pengelolaan dana publik yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat,” terang Winro.
Saat ini seluruh tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Rengat untuk masa penahanan selama 20 hari ke depan. Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Winro Munthe menyatakan, pengembalian kerugian negara menjadi prioritas utama dalam penanganan kasus ini. Ia menegaskan komitmen Kejaksaan untuk terus memberantas praktik korupsi, terutama dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga soal menjaga kepercayaan publik terhadap institusi keuangan daerah. Setiap dana yang dikelola negara harus kembali kepada masyarakat, tidak boleh disalahgunakan,” tutup Winro.

































