Poto : Istimewa
BALIGE | Sejumlah mantan warga binaan Rutan Kelas IIB Balige angkat suara terkait pemberitaan yang menyebut adanya praktik setoran uang ratusan juta rupiah untuk memuluskan bisnis haram narkoba dan penipuan online dari dalam Rutan.
Mereka menegaskan bahwa pemberitaan tersebut afalah hoaks dan sangat menyesatkan.
BS, salah seorang mantan warga binaan yang baru bebas bulan lalu, kepada wartawan, Sabtu (26/07/2025) menegaskan bahwa nama yang disebut dalam pemberitaan, yakni Hisar Napitupulu, sudah tidak berada di dalam Rutan Balige sejak lama.
“Itu fitnah keji. Nama itu (Hisar) udah gak ada di Rutan. Kami baru keluar, kami tahu persis situasinya. Tidak ada yang namanya kamar khusus narkoba seperti yang diberitakan. Semua diperlakukan sama. Petugas sekarang justru ketat dan tegas,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh mantan napi lainnya, NN yang bebas pada Juli 2025. Ia mengatakan bahwa kondisi di dalam Rutan saat ini jauh lebih tertib dan bersih dari praktik-praktik ilegal.
“Pemberitaan itu ngawur. Apalagi soal setoran Rp 200 juta per minggu, itu mengada-ada. Tidak ada satu pun warga binaan yang pernah dengar atau melihat praktik seperti itu. Kalau ada buktinya, silakan dibuktikan, jangan asal bicara,” tegasnya.
Menanggapi isu liar yang berkembang tersebut, Ketua Umum DPP Gerakan Anti Narkotika dan Zat Adiktif Nasional (GARNIZUN) H Ardiansyah,S.H., M.H melalui pengurus Humas-nya, Aswani Hafit, Sabtu (26/07/2025) menyatakan bahwa tuduhan yang dilemparkan melalui surat terbuka dan pemberitaan di media tersebut adalah bentuk serangan fitnah yang sangat keji dan berpotensi merusak citra institusi penegakan hukum.
“Kami sudah memonitor isu ini dan setelah menelusuri berbagai keterangan lapangan, termasuk dari eks warga binaan, kami menyimpulkan bahwa ini adalah bentuk fitnah sistematis yang tidak berdasar. Tidak ada bukti yang mendukung tudingan tersebut, bahkan individu yang dituduh sebagai pelaku sudah tidak ada di dalam. Kami minta publik tidak mudah percaya pada cerita-cerita sensasional yang tidak diverifikasi,” ujarnya.
Aswani juga mengingatkan agar media tidak gegabah dalam memberitakan isu-isu sensitif.
“Kita mendukung penuh transparansi dan pemberantasan narkoba, tapi bukan berarti kita membenarkan berita fitnah yang menyasar personal maupun lembaga tanpa dasar yang kuat. Media harus tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Media Online (IMO) Sumut, H A Nuar Erde, mengecam keras penyebaran berita bohong (hoaks) yang tidak melalui verifikasi fakta.
Ia meminta kepada semua wartawan, khususnya yang tergabung dalam organisasi pers, untuk tidak mencederai profesi dengan memberitakan fitnah yang belum terkonfirmasi.
“Kami mendesak media agar tetap mematuhi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Jangan hanya karena medianya ingin dibaca lantas merusak nama baik orang lain. Wartawan punya tanggung jawab moral dan hukum. Apalagi kalau informasi tersebut ternyata fitnah, maka itu bisa berujung pidana,” ujar H A Nuar Erde.
Ia juga mengimbau agar media yang telah memuat informasi hoaks tersebut melakukan klarifikasi terbuka dan meminta maaf jika memang ditemukan ketidaksesuaian data.
“Jika tidak, maka kami akan mendorong langkah hukum bagi siapa pun yang merasa dirugikan akibat pemberitaan tidak benar itu,” tutupnya.(AVID)