TANJUNGBALAI – Persidangan perkara narkotika yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungbalai pada Selasa, 29 Juli 2025, menyisakan sejumlah tanda tanya.
Di balik meja hijau, mencuat dugaan adanya praktik manipulasi barang bukti yang berpotensi menjerat seorang terdakwa lain, Rahmadi, secara tidak sah.
Kesaksian dua terdakwa utama, Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, membuka kemungkinan adanya pengalihan barang bukti yang sebelumnya disita dari mereka.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua PN Tanjungbalai, Erita Harefa, terdakwa Andre menyebut bahwa jumlah barang bukti sabu yang disita dari mereka adalah tujuh bungkus seberat 70 gram.
Pernyataan ini bertolak belakang dengan dakwaan jaksa yang menyebut hanya enam bungkus sabu seberat 60 gram. Satu bungkus sabu seberat 10 gram itulah yang diduga kini menjadi dasar dakwaan terhadap Rahmadi.
Kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, menyatakan bahwa fakta tersebut membuka ruang kecurigaan terhadap dugaan rekayasa hukum. “Ada indikasi kuat bahwa barang bukti dialihkan secara tidak sah untuk menjerat klien kami. Ini bentuk nyata kriminalisasi,” ujar Umar.
Sidang yang sama juga memutuskan penolakan terhadap eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum Rahmadi. Wakil Ketua PN Tanjungbalai, Karolina Selfia Sitepu yang memimpin sidang tersebut, menyatakan sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 14 Agustus 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi.
Umar menyebut bahwa pada sidang lanjutan, pihaknya akan menghadirkan saksi-saksi yang akan memperjelas posisi Rahmadi sebagai korban. Ia menuding satuan narkoba Polda Sumut, khususnya Unit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba yang dipimpin Kompol Dedi Kurniawan, sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas dugaan pengalihan barang bukti tersebut.
Di sisi lain, Kompol Dedi Kurniawan membantah tuduhan tersebut. Ia menyatakan bahwa seluruh prosedur telah dijalankan sesuai dengan hukum dan semua barang bukti telah diverifikasi sebelum diajukan ke pengadilan.
Namun demikian, tim kuasa hukum Rahmadi menilai proses verifikasi tersebut tidak transparan dan menyisakan banyak celah. “Pengurangan barang bukti tanpa dasar hukum jelas merupakan pelanggaran yang mencoreng prinsip keadilan. Bila ini dibiarkan, akan menciptakan preseden buruk dalam sistem peradilan kita,” ujar Umar.
Perhatian publik terhadap perkara ini semakin meluas. Sejumlah tokoh masyarakat, keluarga terdakwa, hingga aktivis sipil menyuarakan keprihatinan terhadap potensi kriminalisasi terhadap Rahmadi. Tak sedikit yang meminta agar pengadilan mengedepankan transparansi dan objektivitas.
Lebih jauh, keluarga Rahmadi juga menyinggung soal kehadiran massa bayaran yang diduga sengaja dikerahkan untuk memberi tekanan pada jalannya sidang. Isu ini pun menambah kompleksitas perkara yang telah menyita perhatian publik secara luas.
Sidang pada 14 Agustus mendatang diprediksi akan menjadi titik balik. Di sanalah, menurut tim kuasa hukum, akan terungkap siapa yang berdiri di sisi keadilan, dan siapa yang bermain dalam gelap..(red)
0oto :Istimewa